DPC KSPSI-KAB.TANGERANG

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) merupakan satu organisasi yang tergolong cukup tua, yakni telah mencapai usia 38 tahun. Organisasi buruh ini telah menempuh berbagai macam ujian, namun tetap mampu dan terlihat semakin mapan dalam mengemban tugasnya sebagai wakil dari seluruh pekerja di Tanah Air.

SPSI menjadi organisasi yang besar, mapan di bawah satu komando, satu visi dan satu tujuan.SPSI harus mampu membangun independen, baik dalam bidang tataran politik maupun dalam bidang finansial

“Dalam bidang politik SPSI adalah organisasi yang tidak beraviliasi pada organisasi politik manapun, dan idealnya SPSI berjalan tidak dalam kendali partai politik manapun. Keberadaan SPSI adalah untuk mengkoreksi pemerintah yang tidak berpihak kepada pekerja,”

FORUM KOMUNIKASI DAN INFORMASI ORGANISASI SERIKAT PEKERJA - DPC KSPSI KAB.TANGERANG

Kebijakan Upah Berpihak pada Siapa...?

Rata-rata buruh menerima upah sebesar 4 ribu rupiah perjam, bahkan mungkin ada juga yang kurang dari itu. Dalam sehari dia bekerja selama 8 jam, jika lebih maka harus dihitung lembur. Seorang buruh harian, adakalanya terpaksa kehilangan penghasilannya pada hari minggu, karena libur.

Kita tidak akan menganalisa seberapa besar potensi penghasilan seorang buruh. Tetapi kita hanya akan mencoba melihat, bagaimana perhitungan pengeluaran buruh setiap harinya.

  • Penghasilan buruh pada satu jam pertama, akan habis untuk sarapan sederhana.
  • Penghasilannya pada  satu jam kedua, juga akan habis untuk makan siang.
  • Begitu juga dengan penghasilan pada satu jam ketiga, akan habis untuk makan malam pula.
Selanjutnya, buruh harus menyisihkan penghasilan 
  • satu jam keempatnya  untuk membayar kontrakan dan keperluan pribadi, semisal beli sabun mandi, sabun cuci, odol, sikat gigi,  sandal jepit dan pulsa handphone. Selain itu dia juga harus membeli obat, setidaknya obat sakit kepala dan meriang, karena buruh sangat rentan dengan penyakit ini.
  •  Kemudian, penghasilan satu jam kelimanya mungkin akan digunakan untuk membeli kosmetik seperti bedak, gincu, parfum, pelembab, pembalut dan lain sebagainya. Sedangkan bagi buruh pria mungkin untuk membeli rokok murahan.
  •  Lalu, penghasilan pada satu jam keenamnya mungkin harus dikumpulkan agar bisak membeli baju lebaran, sepatu, ikat pinggang, tas dan lain sebagainya. Sedangkan penghasilan pada dua jam terakhir harus dia anggarkan untuk keperluan sosial, kesehatan, rekreasi dan transportasi.
Itu ilustrasi pengeluaran untuk buruh yang masih berstatus lajang. Bagaimana dengan buruh yang sudah berkeluarga? 

Bagi buruh yang sudah berkeluarga,
  • setidaknya penghasilan pada enam jam pertamanya akan habis untuk kebutuhan makan. Sedangkan penghasilan pada dua jam terakhir, harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup  lain dengan  volume yang lebih besar, yakni berlipat dua atau tiga.
Itulah realitas kehidupan rata-rata buruh di Indonesia. Dengan pendapatan yang demikian,  tidak jarang buruh terpaksa untuk mencari kerja sampingan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya secara layak. Akibatnya dia harus bekerja ekstra keras, lebih dari delapan jam sehari.
Andaikata prinsip keadilan memang benar-benar diperhatikan pemerintah dalam menentukan besaran UMP, maka realitas kehidupan buruh yang seperti  itu harus  dipertimbangkan secara serius. Sebab makna keadilan sosial, adalah bagaimana mendorong agar setiap manusia bisa hidup secara layak.



TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
Kontak Online : 0812 - 973 - 8810